Rabu, 14 Oktober 2009

Membentuk Karakter Anak dari Rumah


Karakter positif berperan dalam keberhasilan anak di bidang akademik maupun sosial. Karakter positif juga berperan dalam kesehatan mental individu seorang anak. Anak yang memiliki karakter positif jika mengalami kegagalan akan bersikap lebih positif. Sehingga anak tidak langsung memberikan cap terhadap dirinya sendiri, akan tetapi dia akan mengevaluasi usaha yang telah dilakukannya untuk diperbaiki dikemudian hari. Oleh karena itu, anak yang memiliki karakter positif biasanya lebih optimis dan realistis. Karakter anak berkembang dari hasil interaksi dengan lingkungan. Lingkungan tempat anak berinteraksi yang pertama kali adalah keluarga, terutama orangtua atau pengganti orangtua. Orangtua merupakan faktor penting bagi anak karena kepada orangtualah anak berharap kebutuhan-kebutuhannya dipenuhi. Interaksi dengan orangtua menjadikan dasar pembentukan karakter anak. Sebagai orang yang penting, maka apa yang dikatakan dan ditunjukkan orangtua pada anak dianggap sebagai sebuah informasi. Orangtua seharusnya menyadari bahwa di setiap tindakan maupun perilakunya yang ditampilkan di hadapan anak sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak. Apabila anak ditolak atau diabaikan, maka terbentuklah dasar rasa penolakan terhadap diri di kemudian hari. Ada tiga hal yang terintegrasi dalam pembentukan karakter. Ketiga hal tersebut antara lain adalah :
Pertama, anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan yang harus diambil, dan mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik.
Kedua, mempunyai kecintaan terhadap perbuatan-perbuatan baik, dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan semangat untuk berbuat kebaikan. Misalnya, anak tidak mau berbohong. Karena anak tahu berbohong itu tidak baik, maka anak tidak mau melakukanya karena mencintai perbuatan-perbuatan baik.
Ketiga adalah anak mampu melakukan perbuatan baik dan terbiasa melakukannya. Oleh karena itu pembiasaan sejak dini sangatlah penting karena akan menjadi fundamen atau dasar dalam pembentukan karakter.
Melewati proses dari ketiga hal di atas, ada beberapa pilar yang penting ditanamkan pada anak. Dimulai dari cinta kepada Allah dan alam semesta berserta isinya; tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian; kejujuran; hormat dan santun; kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama; percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati; toleransi, cinta damai, dan persatuan. Karakter-karakter baik ini haruslah dipelihara agar anak mempunyai karakter yang baik dan konsisten terhadap karakter baiknya tersebut.
Dalam pembentukan karakter, pendidikan karakter sangatlah penting dan fundamental. Bagaimana mendidik dan menanamkan karakter pada diri anak? Mendidik karakter pada anak sebaiknya orangtua perlu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk anak, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal. Pendidikan karakter sebaiknya dimulai saat anak masih balita, karena masa balita adalah masa-masa di mana anak mempunyai sedikit pengalaman. Sehingga segala yang dilihat dan didengar akan langsung terekam dalam otaknya tanpa pilih-pilih. Orangtua hendaknya waspada terhadap kondisi anak. Karena apabila orangtua terlambat mengisi pengalaman pada anaknya, maka bisa lebih dulu diisi oleh pihak lain. Keadaan yang demikian biasanya dialami oleh orangtua yang jarang berinteraksi dengan anaknya pada usia ini. Oleh karena itu sebaiknya orangtua selalu menyediakan waktu bagi anak-anaknya. Jangan sampai TV maupun hal lainnya menggantikan peran orangtua. Perbanyaklah berkomunikas dengan anak, karena komunikasi itu adalah media yang paling penting dalam berinteraksi dan prosesnya akan berlangsung seumur hidup.
Dalam berkomunikasi dengan anak, orangtua hendaknya menjadi pendengar yang baik, tidak menyela pembicaraan, mengganti pernyataan dengan pertanyaan, berempati terhadap anak dan masalahnya, tidak berkomentar sebelum diminta. Kalaupun berkomentar hendaknya gunakan komentar yang menyenangkan.
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan orangtua adalah :
Pertama, Jangan menghakimi anak dan jangan mengungkit-ungkit dan juga tidak menggunakan amarah. Sebab, marah tidak pernah menyelesaikan masalah dengan baik. Kedua, jangan membanding-bandingkan anak. Orangtua hendaknya menerima anak apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya agar kepercayaan diri anak tumbuh. Ketiga, jangan membuat keputusan untuk anak. Biarkan anak yang membuat keputusan yang didukung oleh hasil dari dialog antara orangtua dengan anak. Agar anak terbiasa mandiri dalam mengambil suatu keputusan.
Oleh karena itu biasakan membangun kedekatan dan biasakan berdialog dengan anak, agar anak terbiasa untuk meminta pertimbangan dan nasihat dari orangtua. Karena semua itu merupakan dukungan bagi anak dalam pembentukan karakternya. || Aris Suci Ati, Guru Sekolah Dasar, tinggal di Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar